DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------------------
PERS RELEASE KOMITE II DPD RI
TENTANG
Jakarta, 20 September 2010
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi dan kekayaan alam yang berlimpah. Indonesia memiliki wilayah seluas 7,7 juta km2, dengan luas daratannya hanya 1/3 dari luas lautan, memiliki garis pantai terpanjang ke-4 di dunia yaitu + 95.181 km, serta memiliki + 17.480 pulau. Disamping itu, secara geografis, Indonesia terletak diantara dua benua, Asia dan Australia dan dua samudera, Hindia dan Pasifik yang merupakan kawasan paling dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomis dan politis. Keunikan letak geografis tersebut menempatkan Indonesia memiliki keunggulan serta sekaligus ketergantungan yang tinggi terhadap bidang kelautan, dan sangat logis jika ekonomi kelautan dijadikan tumpuan bagi pembangunan ekonomi nasional.
Selain itu, jati diri Indonesia sebagai negara kepulauan telah terpatri pada Undang-Undang Dasar 1945. Pada Pasal 25 UUD 1945 disebutkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”. Dalam rangka Pembangunan Jangka Panjang, maka Pemerintah mengeluarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Visi Pembangunan Nasional Tahun 2005–2025 sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 17 Tahun 2007 adalah “INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL”. Salah satu misi untuk mewujudkan visi tersebut yaitu Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional adalah menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberkekayaan laut secara berkelanjutan.
Oleh karena itu, DPD RI memandang perlu untuk memberikan catatan penting terkait RUU Kelautan dan Kebijakan Kelautan Nasional (National Ocean Policy), sebagai berikut:
1.Pembangunan nasional di bidang kelautan yang selama ini dilakukan banyak terjadi tumpang tindih (overlapping), yang seringkali menimbulkan konflik kewenangan antar sektor. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengelolaan di bidang kelautan ditangani lebih dari satu kementerian yang tentu saja memiliki kepentingan yang berbeda. Hingga saat ini kebijakan pembangunan nasional di bidang kelautan masih memperoleh porsi yang relatif kecil dibandingkan dengan sektor-sektor lain, dan belum ada suatu kebijakan yang bersifat payung dan terintegrasi dalam pembangunan di bidang kelautan.
2.Dari perspektif pertahanan dan keamanan, pengembangan potensi kelautan sangat berkaitan dengan upaya untuk ‘melindungi’ seluruh tumpah darah. Amanah konstitusi telah memberi penegasan bahwa perlu membangun upaya untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia yaitu seluruh wilayah yurisdiksi nasional. Deretan persoalan antara lain, kasus Sipadan Ligitan, Ambalat, Pulau Jemur hingga yang terhangat adalah insiden penangkapan aparat pengawas perikanan Indonesia di Perairan Pulau Bintan diakibatkan oleh belum adanya UU dan kebijakan kelautan yang baik. Bangsa ini menghadapi persoalan yang sangat penting terkait batas wilayah laut dengan Negara tetangga yang rawan dan saling klaim. Aspek pengamanan laut dirasakan sangat lemah sehingga sangat mendesak untuk segera ditangani mengingat kedaulatan wilayah Indonesia kerapkali diganggu oleh negara tetangga.
3.Dari sisi kelembagaan isu tentang pembentukan coast guard harus segera dapat dituntaskan dengan mengedepankan kepentingan negara dan bukan kepentingan institusi masing-masing. Penguatan sistem pengamanan maupun peralatan pengamanan perlu diperkuat sehingga penegakan kedaulatan NKRI di wilayah laut dihormati oleh negara-negara lain.
4.RUU Kelautan dan Kebijakan kelautan Nasional, seperti dipraktekkan oleh banyak Negara (Ausrtalia, Brazil, Canada, China, Amerika, Columbia, Jepang, Norway dan Federasi Rusia) harus memperhatikan potensi maritim global dalam kebijakan politik wilayahnya. Oleh karena itu, penataan ruang wilayah nasional harus lebih bersifat “outward looking” namun tetap membela kepentingan nasional.
5.Komite II DPD RI berpendapat bahwa penyusunan tata ruang yang komprehensif, sesuai dengan karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan, terpadu antara wilayah darat dan laut, menjaga kelestarian sumberdaya dan lingkungan, adil, harus dapat menjamin kepastian hukum (legal binding) dalam membangun negara kepulauan terbesar di dunia sehingga menjadi negara maritim yang kuat.
6.Pertimbangan pembanguan kelautan harus diletakkan sebagai sektor utama pembangunan. Selama ini, pembangunan kelautan masih diposisikan sebagai sektor pinggiran (peripheral sector) serta tidak menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan nasional. Jika melihat kontribusi setiap sektor yang terhadap PDB nasional yang pertumbuhannya relatif lambat, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi ekonomi kelautan masih memprihatinkan. Ekonomi kelautan yang terdiri dari pelayaran (transportasi laut), perikanan, pariwisata bahari, pertambangan dan energi, bangunan kelautan, industri kelautan dan jasa kelautan, mempunyai peluang sangat besar untuk berkembang di masa depan.
7.Kegagalan pengelolaan kelautan selama ini lebih banyak bersumber pada kegagalan institusional dalam mengelolan wilayah laut secara komprehensif dan integratif. Dalam konteks saat ini, fungsi dan kewenangan kelautan masih tersegmentasi menurut sektor pembangunan kelautan. Integrasi fungsi dan kewenangan pengelolaan kelautan sangat diperlukan paling tidak dalam tataran blueprint kebijakan yang kemudian diperkuat melalui mekanisme hukum dan kelembagaan yang sesuai dengan tingkat koordinasi yang diperlukan. Dalam konteks Indonesia, mengingat banyaknya pihak yang terkait pada level kementerian, paling tidak kebijakan integratif ini dipayungi oleh Keputusan Presiden (Keppres) atau Instruksi Presiden (Inpres) yang setingkat dan atau yang lebih tinggi yakni dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan bahkan Undang-Undang (UU).
8.Upaya mewujudkan pembangunan kelautan secara terintergasi dilakukan melalui penyusunan beberapa draft legislasi yang terkait dengan kelautan. Perangkat kebijakan nasional telah disiapkan diantaranya adalah Rancangan Undang-undang (RUU) Kelautan sebagai payung hukum bagi pembangunan di bidang kelautan.
9.Terkait dengan Kebijakan Kelautan Indonesia (Indonesia’s Ocean Policy) yang telah dipersiakan oleh Dewan Kelautan Indonesia, Komite II DPD RI berpendapat bahwa UU Kelautan harus menjadi payung dan pedoman pokoknya.
10.Berdasarkan pertimbangan dan catatan penting di atas, Komite II DPD RI mendesak agar RUU Kelautan dapat segera terwujud dan diharapkan pada tahun 2011 telah dapat diundangkan, sehingga dapat menjadi pedoman bersama dalam menyelesaikan beberapa persoalan bidang kelautan yang perlu segera mendapatkan solusi sehingga pembangunan kelautan dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan dan memberikan nilai ekonomi pada pembangunan nasional.
11.Dalam hal perwujudan UU Kelautan¸ DPD RI telah menyelesaikan RUU Kelautan untuk selanjutnya dapat menjadi pertimbangan dan pembahasan DPR RI bersama dengan Pemerintah RI.
REPUBLIK INDONESIA
-----------------------
PERS RELEASE KOMITE II DPD RI
TENTANG
URGENSI UNDANG-UNDANG KELAUTAN
DEMI TERWUJUDNYA PEMBANGUNAN KELAUTAN YANG BERKELANJUTAN
Jakarta, 20 September 2010
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi dan kekayaan alam yang berlimpah. Indonesia memiliki wilayah seluas 7,7 juta km2, dengan luas daratannya hanya 1/3 dari luas lautan, memiliki garis pantai terpanjang ke-4 di dunia yaitu + 95.181 km, serta memiliki + 17.480 pulau. Disamping itu, secara geografis, Indonesia terletak diantara dua benua, Asia dan Australia dan dua samudera, Hindia dan Pasifik yang merupakan kawasan paling dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomis dan politis. Keunikan letak geografis tersebut menempatkan Indonesia memiliki keunggulan serta sekaligus ketergantungan yang tinggi terhadap bidang kelautan, dan sangat logis jika ekonomi kelautan dijadikan tumpuan bagi pembangunan ekonomi nasional.
Selain itu, jati diri Indonesia sebagai negara kepulauan telah terpatri pada Undang-Undang Dasar 1945. Pada Pasal 25 UUD 1945 disebutkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”. Dalam rangka Pembangunan Jangka Panjang, maka Pemerintah mengeluarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Visi Pembangunan Nasional Tahun 2005–2025 sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 17 Tahun 2007 adalah “INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL”. Salah satu misi untuk mewujudkan visi tersebut yaitu Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional adalah menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberkekayaan laut secara berkelanjutan.
Oleh karena itu, DPD RI memandang perlu untuk memberikan catatan penting terkait RUU Kelautan dan Kebijakan Kelautan Nasional (National Ocean Policy), sebagai berikut:
1.Pembangunan nasional di bidang kelautan yang selama ini dilakukan banyak terjadi tumpang tindih (overlapping), yang seringkali menimbulkan konflik kewenangan antar sektor. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengelolaan di bidang kelautan ditangani lebih dari satu kementerian yang tentu saja memiliki kepentingan yang berbeda. Hingga saat ini kebijakan pembangunan nasional di bidang kelautan masih memperoleh porsi yang relatif kecil dibandingkan dengan sektor-sektor lain, dan belum ada suatu kebijakan yang bersifat payung dan terintegrasi dalam pembangunan di bidang kelautan.
2.Dari perspektif pertahanan dan keamanan, pengembangan potensi kelautan sangat berkaitan dengan upaya untuk ‘melindungi’ seluruh tumpah darah. Amanah konstitusi telah memberi penegasan bahwa perlu membangun upaya untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia yaitu seluruh wilayah yurisdiksi nasional. Deretan persoalan antara lain, kasus Sipadan Ligitan, Ambalat, Pulau Jemur hingga yang terhangat adalah insiden penangkapan aparat pengawas perikanan Indonesia di Perairan Pulau Bintan diakibatkan oleh belum adanya UU dan kebijakan kelautan yang baik. Bangsa ini menghadapi persoalan yang sangat penting terkait batas wilayah laut dengan Negara tetangga yang rawan dan saling klaim. Aspek pengamanan laut dirasakan sangat lemah sehingga sangat mendesak untuk segera ditangani mengingat kedaulatan wilayah Indonesia kerapkali diganggu oleh negara tetangga.
3.Dari sisi kelembagaan isu tentang pembentukan coast guard harus segera dapat dituntaskan dengan mengedepankan kepentingan negara dan bukan kepentingan institusi masing-masing. Penguatan sistem pengamanan maupun peralatan pengamanan perlu diperkuat sehingga penegakan kedaulatan NKRI di wilayah laut dihormati oleh negara-negara lain.
4.RUU Kelautan dan Kebijakan kelautan Nasional, seperti dipraktekkan oleh banyak Negara (Ausrtalia, Brazil, Canada, China, Amerika, Columbia, Jepang, Norway dan Federasi Rusia) harus memperhatikan potensi maritim global dalam kebijakan politik wilayahnya. Oleh karena itu, penataan ruang wilayah nasional harus lebih bersifat “outward looking” namun tetap membela kepentingan nasional.
5.Komite II DPD RI berpendapat bahwa penyusunan tata ruang yang komprehensif, sesuai dengan karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan, terpadu antara wilayah darat dan laut, menjaga kelestarian sumberdaya dan lingkungan, adil, harus dapat menjamin kepastian hukum (legal binding) dalam membangun negara kepulauan terbesar di dunia sehingga menjadi negara maritim yang kuat.
6.Pertimbangan pembanguan kelautan harus diletakkan sebagai sektor utama pembangunan. Selama ini, pembangunan kelautan masih diposisikan sebagai sektor pinggiran (peripheral sector) serta tidak menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan nasional. Jika melihat kontribusi setiap sektor yang terhadap PDB nasional yang pertumbuhannya relatif lambat, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi ekonomi kelautan masih memprihatinkan. Ekonomi kelautan yang terdiri dari pelayaran (transportasi laut), perikanan, pariwisata bahari, pertambangan dan energi, bangunan kelautan, industri kelautan dan jasa kelautan, mempunyai peluang sangat besar untuk berkembang di masa depan.
7.Kegagalan pengelolaan kelautan selama ini lebih banyak bersumber pada kegagalan institusional dalam mengelolan wilayah laut secara komprehensif dan integratif. Dalam konteks saat ini, fungsi dan kewenangan kelautan masih tersegmentasi menurut sektor pembangunan kelautan. Integrasi fungsi dan kewenangan pengelolaan kelautan sangat diperlukan paling tidak dalam tataran blueprint kebijakan yang kemudian diperkuat melalui mekanisme hukum dan kelembagaan yang sesuai dengan tingkat koordinasi yang diperlukan. Dalam konteks Indonesia, mengingat banyaknya pihak yang terkait pada level kementerian, paling tidak kebijakan integratif ini dipayungi oleh Keputusan Presiden (Keppres) atau Instruksi Presiden (Inpres) yang setingkat dan atau yang lebih tinggi yakni dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan bahkan Undang-Undang (UU).
8.Upaya mewujudkan pembangunan kelautan secara terintergasi dilakukan melalui penyusunan beberapa draft legislasi yang terkait dengan kelautan. Perangkat kebijakan nasional telah disiapkan diantaranya adalah Rancangan Undang-undang (RUU) Kelautan sebagai payung hukum bagi pembangunan di bidang kelautan.
9.Terkait dengan Kebijakan Kelautan Indonesia (Indonesia’s Ocean Policy) yang telah dipersiakan oleh Dewan Kelautan Indonesia, Komite II DPD RI berpendapat bahwa UU Kelautan harus menjadi payung dan pedoman pokoknya.
10.Berdasarkan pertimbangan dan catatan penting di atas, Komite II DPD RI mendesak agar RUU Kelautan dapat segera terwujud dan diharapkan pada tahun 2011 telah dapat diundangkan, sehingga dapat menjadi pedoman bersama dalam menyelesaikan beberapa persoalan bidang kelautan yang perlu segera mendapatkan solusi sehingga pembangunan kelautan dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan dan memberikan nilai ekonomi pada pembangunan nasional.
11.Dalam hal perwujudan UU Kelautan¸ DPD RI telah menyelesaikan RUU Kelautan untuk selanjutnya dapat menjadi pertimbangan dan pembahasan DPR RI bersama dengan Pemerintah RI.
Komite II DPD RI
Ir. H. Bambang Susilo, MM.
Ketua
Ir. H. Bambang Susilo, MM.
Ketua
0 komentar:
Posting Komentar