Jumat, 04 Maret 2011

Polri Akui Tak Takut Langgar HAM, Detasemen Anti Anarki

 

JAKARTA (Berita SuaraMedia) - Markas Besar Polri menegaskan bahwa Detasemen Anti Anarki bukanlah satu satuan baru di organisasi Polri. Sebelumnya detasemen itu sudah ada. Dia melekat di bawah Satuan Brigadir Mobil (Brimob).

Hanya sekarang, "Fungsinya dioptimalkan kembali," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Ito Sumardi, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (3/3/2011). Dalam struktur organisasi, Brimob berada di bawah kewenangan setiap Kepolisian Daerah (Polda). Jadi bila terjadi tindakan anarki di satu provinsi, maka Detasemen Anti Anarki akan dikendalikan langsung oleh Polda di wilayah itu.  Dan hal itu, kata Ito, sudah sesuai dengan Protap Kapolri Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Anarki.

Namun Ito memastikan bahwa dalam menanggulangi kasus-kasus anarki, Polri tetap mengedepankan perlindungan dan pelayanan masyarakat. Terutama, perlindungan terhadap fasilitas sosial dan keamanan masyarakat. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi dugaan pelanggaran HAM.

"Tapi upaya terakhir yang dilakukan terhadap pelaku tindakan anarki adalah mengunakan Detasemen Anti Anarki," kata mantan Kapolda Riau ini.

Jika sudah ada unit anti anarki ini, mengapa selama ini tidak terlihat. Mengapa dalam kasus penyerbuan jemaah Ahmadiyah di Cikeusik satuan itu tidak ada. "Bukan tidak digunakan, tapi belum dioptimalkan," ujar Ito.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Tjatur Sapto Edy mengatakan, pembentukan Detasemen Penanggulangan Anarkis oleh Markas Besar Kepolisian RI akan memperburuk citra polisi menjadi lebih terkesan angker daripada humanis.

Padahal, undang-undang menyebutkan polisi sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat.

“Ini kan serem, Densus 88 saja masih kontroversial, orang masih belum terlalu welcome, apalagi ditambah ini. Saya mengkhawatirkan citra polisi angker, bukan humanis,” katanya.

Selain itu, kata Tjatur, pembentukan Detasemen tersebut akan menambah anggaran karena pasti Mabes Polri akan membentuk satuan-satuan sejenis hingga tingkat daerah. Padahal, anggaran Polri saat ini saja masih minim dalam menunjang mereka menjalankan tugas.

“Jadi alangkah lebih baik yang ada sekarang ini diefektifkan dulu,” katanya.

Sementara itu, Detasemen Anti Anarki dinilai mempunyai kewenangan melakukan tindakan represif bahkan tembak di tempat bagi massa yang anarkistis. Meski begitu, Polri tidak takut tindakan Detasemen berpotensi melanggar HAM.

"Itu upaya yang paling terakhir. Upaya untuk tugasnya Detasemen Anti Anarki itu tujuannya adalah dalam rangka memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat terutama perlindungan terhadap fasilitas sosial terhadap keamanan masyarakat," ujar Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi saat ditanya apakah Polri tidak takut Detasemen Anti Anarki berpotensi melanggar HAM.

Hal itu disampaikan Ito di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan.

Ito mengatakan, Detasemen Anti Anarki sudah dibentuk jauh-jauh hari. Strukturnya berada langsung di bawah Brimob. Lalu kalau sudah ada mengapa Detasemen Anti Anarki tidak diturunkan saat kasus Cikeusik dan Temanggung?

"Bukan tidak digunakan, di sana kan daerahnya di Banten belum ada. Maksudnya belum dioptimalkan. Sekarang akan lebih dioptimalkan lagi," kilah Ito.

Ito mengakui keberadaan Detasemen Anti Anarki belum optimal bekerja. "Kalau kejadian anarkis di Cikeusik, masa kita diamkan saja. Kita tidak melihat dari pada siapa (pelaku), tapi siapapun yang berbuat anarkis, maka tentu upaya terakhir yang kita lakukan adalah mengedepankan Detasemen Anti Anarki," imbuh jenderal yang akan pensiun Juni 2011 ini.

0 komentar:

Posting Komentar