JAKARTA (Berita SuaraMedia) - Situasi politik yang sedang bergolak di sejumlah negara di Timur Tengah (Timteng) dan Afrika disinyalir bisa mengubah tujuan investasi dari negara-negara di wilayah itu ke Indonesia.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo Bambang Sulistyo mengaku selain cukup kondusif, Indonesia merupakan negara paling menarik untuk investasi.
"Terutama di bidang energi, pertambangan, industri bahan baku, dan lain-lain," kata dia di sela-sela acara Sosialisasi Visi-Misi dan Ramah-Tamah Ketua Umum Kadin dengan Kadin Provinsi Kalimantan Timur dan Kadin Kota/Kabupaten se-Kaltim, di Balikpapan, Senin (28/2/2011).
Menurut Suryo, ketidakstabilan kondisi politik seperti di Mesir, Tunisia, Libya, dan lainnya tentu mengganggu dunia usaha di negara-negara tersebut. Hal itu bisa berimbas pula pada harga minyak dunia dan komoditas lain. Sebab itu, perusahaan-perusahaan harus segera memikirkan negara alternatif untuk investasi. "Dan, Indonesia adalah negara yang paling menarik untuk investasi," ujarnya.
Sumber daya alam Indonesia yang melimpah, dia menambahkan, merupakan sesuatu yang diminati para investor dan sangat potensial untuk dikembangkan. Namun, selama ini kurang maksimal. "Kita (Indonesia) baru sebatas jadi eksportir bahan baku. Maka, kita harus mendorong juga dikembangkan pada industri dan lain-lain, yang memiliki nilai tambah bagi negara."
Selain itu, Suryo mengatakan, pemerintah harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif. Di saat yang sama, pengusaha lokal/ nasional juga mesti diperkuat agar mampu bersaing dengan pengusaha-pengusaha asing.
Pemerintah, menurutnya, selama ini kurang memberikan perhatian dan prioritas pada pengusaha nasional. "Kalau keberpihakan pemerintah pada pengusaha nasional jelas, dunia usaha di Tanah Air akan didominasi perusahaan-perusahaan nasional."
Sebelumnya, PT Lion Mentari Airlines dan grup meminta jaminan kepada pihak-pihak terkait untuk berinvestasi di Indonesia.
Gagalnya rencana membangun hanggar senilai 10 juta dollar AS di areal Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, membuat maskapai berkonseplow cost carrier (LCC) tersebut sangat berhati-hati.
Tawaran dari pihak PT Angkasa Pura (AP) I untuk membangun hanggar di wilayah Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, pun belum disambut. Direktur Utama Lion Rusdi Kirana mengatakan, sebenarnya tidak masalah membangun lokasi perawatan pesawat di Makassar. "Persoalannya adalah bagaimana agar urusannya kelar dan siap dengan Gubernur (Sulawesi Selatan) supaya kalau ada masalah kami dianggap mengingkari janji. Kami tidak mau masuk ke konflik seperti ini. Kami mau berbisnis membangun hanggar untuk perawatan," kata Rusdi di Jakarta.
Rusdi mengatakan, pihaknya becermin pada gagalnya pembangunan hanggar di Manado, tempat Lion telah membebaskan lahan seluas 12 hektar dengan harga Rp 7 miliar. Saat itu Gubernur Sulawesi Utara telah setuju dan meresmikan, bahkan dengan direksi lama PT AP I juga telah menandatangani nota kesepahaman (MOU). Namun, direksi baru AP I tidak menyetujui pola kerja sama tersebut dan AP I memintashare sebesar 51 persen saham.
Hal itu membuat Lion akhirnya mundur meski telah membebaskan tanah. Padahal, kata Rusdi, rencananya setelah membangun hanggar bernilai 10 juta dollar AS, Lion akan berinvestasi hingga 40 juta dollar AS. "Masalahnya sekarang, tidak ada kejelasan dari pihak AP I. Padahal sudah ada MOU dan kami sudah beli tanah. Sudah ada peresmian, tiba-tiba tidak bisa. Nah, di Makassar ada jaminan tidak? Proyek di Manado itu sudah dua tahun tidak jelas. Kalau ke Makassar, berapa tahun lagi?" tanya Rusdi.
Makassar, dia menjelaskan, sebenarnya sangat prospektif bagi Lion. Sebagai salah satu hub Lion, Bandara Sultan Hasanuddin menjadi pusat penerbangan di Indonesia timur. Bahkan, setiap hari Lion menerbangkan sebanyak 40 pesawat ke berbagai daerah.
Setelah gagal menyepakati pembangunan hanggar di Manado, Dirut PT AP I Tommy Soetomo menawarkan kerja sama pembangunan perawatan pesawat di kawasan lama Bandara Sultan Hasanuddin.
Dia membantah menghalangi niat Lion membangun hanggar di Manado. Menurut dia, Lion lebih cocok membangun hanggar di Makassar. Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang juga telah menemui Rusdi dan menawarkan lokasi hanggar di Palangkaraya.
Rusdi menyatakan pikir-pikir karena secara bersamaan Malaysia pun menawarkan lokasi di Subang, Johor Bahru, dengan harga sewa cukup murah, bahkan dalam 40 tahun lokasi tersebut bisa jadi hak milik Lion. Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bakti Singayudha Gumay meminta Lion dan PT AP I bertemu kembali serta duduk satu meja untuk membahas bersama masalah tersebut.
Herry tetap berkeyakinan bahwa Lion tidak akan berinvestasi ke luar negeri. "Jadi begini, kan memang harus bekerja sama dengan BUPU (Badan Usaha Pelabuhan Udara), jadi ya berkoordinasi dahulu. Lion dan AP I harus duduk bersama membahas ini," katanya.
Dia menegaskan, AP I tidak berhak memiliki saham Lion dalam penyelenggaraan tempat perawatan pesawat. "Koordinasi harus ada. Kepemikan saham tidak ada haknya, tetapi bentuknya kerja sama, misalnya berupa konsesi," ujar Herry.


0 komentar:
Posting Komentar